Proyek pembangunan Balai Kemasyarakatan Desa Lola diduga mengalami mark-up anggaran yang signifikan. Berdasarkan investigasi dari berbagai sumber, pembangunan gedung yang awalnya dianggarkan Rp250 juta pada masa penjabat sementara (Pjs) kepala desa, kemudian dilanjutkan oleh kepala desa terpilih pada 2020 dengan tambahan anggaran Rp350 juta, hingga total mencapai Rp600 juta.
Informasi ini diperoleh dari keterangan mantan kaur desa serta seorang pekerja bangunan yang turut mengerjakan proyek tersebut. Dalam dokumen APBDes 2021, tercantum anggaran Rp350 juta untuk penyelesaian atau finishing proyek ini. Namun, jika dihitung secara keseluruhan, jumlah ini jauh lebih besar dari standar biaya pembangunan gedung serupa.
Bangunan Balai Kemasyarakatan Desa Lola memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Lebar: 10 meter
Panjang: 20 meter
Tinggi: 4 meter
Struktur: Bangunan los tanpa sekat atau petak di dalamnya
Dengan spesifikasi ini, biaya pembangunan yang mencapai Rp600 juta dinilai tidak masuk akal. Seorang pekerja bangunan yang turut serta dalam proyek ini menyatakan bahwa dana awal sebesar Rp250 juta sudah mencukupi untuk membangun struktur utama. Namun, tambahan anggaran Rp350 juta untuk tahap finishing menimbulkan pertanyaan besar, terutama karena tidak terlihat adanya penggunaan material atau desain khusus yang bisa menjelaskan lonjakan biaya tersebut.
Menurut sumber yang memahami proses pembangunan, proyek ini berpotensi menjadi ajang permainan anggaran. Indikasi penyimpangan terlihat dari:
Perbedaan Anggaran yang Signifikan
Pada tahap awal, Rp250 juta sudah digunakan untuk membangun gedung. Namun, tambahan Rp350 juta dalam APBDes 2021 tidak disertai dengan transparansi penggunaan dana.
Bangunan Tidak Sesuai dengan Biaya yang Dikeluarkan
Dengan ukuran dan spesifikasi yang sederhana, biaya Rp600 juta dinilai tidak wajar. Perbandingan dengan proyek serupa menunjukkan bahwa dana tersebut cukup untuk membangun gedung yang lebih besar dengan fasilitas lebih lengkap.
Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas
Dugaan ini semakin kuat karena tidak adanya penjelasan rinci dari pihak desa mengenai rincian pengeluaran dalam proyek tersebut.
Masyarakat setempat mulai mempertanyakan ke mana aliran dana pembangunan balai kemasyarakatan ini. Beberapa tokoh desa mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk melakukan audit terhadap proyek ini guna memastikan tidak ada penyimpangan anggaran.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak pemerintah desa belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan mark-up tersebut. Jika terbukti adanya penyalahgunaan anggaran, maka hal ini dapat berujung pada tindakan hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sumber: (Rusli)